Minggu, 16 Mei 2010

Budidaya Tanaman Kakao

Tanaman Kakao merupakan tanaman perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah. Sebagai tananam yang dalam budidayanya memerlukan naungan, maka walaupun telah diperoleh lahan yang sesuai, sebelum penanaman kakao tetap diperlukan persiapan naungan. Tanpa persiapan naungan yang baik,pengembangan tanaman kakao akan sulit diharapkan keberhasilannya. Oleh karena itu persiapan lahan dan naungan, serta penggunaan tanaman yang bernilai ekonomis sebagai penaung merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam budidaya kakao.

1. Syarat tumbuh
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan. Lingkungan alami tanaman kakao adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, suhu udara dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga dengan faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara. Ditinjau dari wilayah penanamannya kakao ditanam pada daerah-daerah yang berada pada 10o LU sampai dengan 10o LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada diantara 7oLU sampai 18oLS. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun. Kakao juga masih toleran pada daerah 20o LU sampai 20o LS.Dengan demikian Indonesia yang berada pada 5o LU sampai dengan 10o LS masih sesuai untuk pertanaman kakao. Ketinggian tempat Ketinggian tempat di Indonesia yang ideal untuk penanaman kakao adalah tidak lebih tinggi dari 800 m dari permukaan laut.
Curah Hujan Curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman dan produksi kakao ialah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah dengan curah hujan 1.100-3.000 mm per tahun. Curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampakya berkaitan erat dengan serangan penyakit busuk buah (blask pods). Daerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per tahun masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar dari pada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman harus dipasok dengan air irigasi. Di tinjau dari tipe iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah yang tipenya iklim Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmidt dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C menurut (Scmidt dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang. Dengan membandingkan curah hujan diatas dengan curah hujan
tipe Asia, Ekuator dan Jawa maka secara umum areal penanaman kakao di Indonesia masih potensial untuk dikembangkan. Adanya pola penyebab curah hujan yang tetap akan mengakibatkan pola panen yang tetap pula. Temperatur Pengaruh temperatur terhadap kakao erat kaitannya dengan ketersedian air, sinar matahari dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penataan tanaman pelindung dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh terhadap pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun. Menurut hasil penelitian, temperatur ideal bagi tanaman kakao adalah 300C - 320C (maksimum) dan 180C-210C (minimum). Kakao juga dapat tumbuh dengan baik pada temperatur minimum 15o C
perbulan. Temperatur ideal lainnya dengan distribusi tahunan 16,60C masih baik untuk pertumbuhan kakao asalkan tidak didapati musim hujan yang panjang. Berdasarkan keadaan iklim di Indonesia temperatur 250-260 C merupakan temperatur rata-rata tahunan tanpa faktor terbatas. Karena itu daerah-daerah tersebut sangat cocok jika ditanami kakao. Temperatur yang lebih rendah 100 C dari yang dituntut tanaman kakao akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan gugur. Pembungaan akan lebih baik jika berlangsung pada temperatur 230 C. Demikian juga tempertur 26oC pada malam hari masih lebih baik pengaruhnya terhadap pembungaan dari pada temperatur 23o-300 C. Temperatur tinggi selama kurun waktu yang panjang berpengaruh terhadap bobot biji. Tempertur yang relatif rendah akan menyebabkan biji kakao banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan dengan suhu tinggi. Pada areal tanaman yang belum menghasilkan kerusakan tanaman sebagi akibat dari temperatur tinggi selama kurun waktu yang panjang ditandai dengan matinya pucuk. Daun kakao masih toleran sampai suhu 50o C untuk jangka waktu yang pendek. Temperaturvyang tinggi tersebut menyebabkan gejala necrossis pada daun. Sinar Matahari Lingkungan hidup alami tanaman kakao ialah hutan hujan tropis yang didalam pertumbuhanya membutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh.
Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan batang relatif pendek. Pemanfaatan cahaya matahari semaksimal mungkin dimaksudkan untuk mendapatkan intersepsi cahaya dan pencapain indeks luas daun optimum. Kakao tergolong tanaman C3 yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20 persen dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya didalam fotosintesis setiap daun yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30 persen cahaya matahari atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang lebih besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak.


a. Air dan hara
Air dan hara merupakan faktor penentu bila mana kakao akan ditanam dengan sistem tanpa tanaman pelindung sehingga terus menerus mendapat sinar atahari secara penuh.

b. Naungan
Pembibitan kakao membutuhkan naungan, karena benih kakao akan lebih lambat pertumbuhannya pada pencahayaan sinar matahari penuh. Penanaman kakao tanpa pelindung saat ini giat diteliti dan diamati karena berhubungan dengan biaya penanaman maupun pemeliharaan. Penanaman dilakukan dipagi
hari pada musim hujan tenyata lebih baik hasilnya kalau sore/malam harinya hujan turun dibandingkan dengan jika hujan yang turun 2 hari kemudian. Dengan demikian, air dan hara memang merupak faktor penentu bila mana cahaya matahari dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi pertanaman kakao.

c. Tanah
Kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan kimia dan fisik yang berperan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman kakao terpenuhi.
Kemasaman tanah, kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sementara faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukan air tanah, drainse, struktur dan konsesntensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kakao.

d. Sifat kimia

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki masaman pH 6-7.5 tidak lebih tinggi dari 8, serta tidak lebih rendah dari 8.

e. Bahan organik tanah

Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0-15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1.75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.

Untuk meningkatkan kadar zat organik dapat dipergunakan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. 900 kg kulit buah kakao memberikan hara 28 gram urea, 9 kg P, 56.6 kg Mo dan 8 Kg kiserit. Sebaiknya tanah-tanah yang hendak ditanam kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 me per 100 gram contoh tanah da kalsium lebih besar dari 0.24 me per 100 gram pada kedalaman 0-15 cm.

2. Penanaman
a. Pengajiran
- Ajir dibuat dari bambu tinggi 80 - 100 cm
- Pasang ajir induk sebagai patokan dalam pengajiran selanjutnya
- Untuk meluruskan ajir gunakan tali sehingga diperoleh jarak tanam yang sama

b. Lubang Tanam
- Ukuran lubang tanam 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan
- Berikan pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1:1) ditambah pupuk TSP 1-5 gram per lubang

c. Tanam Bibit
- Pada saat bibit kakao ditanam pohon naungan harus sudah tumbuh baik dan naungan sementara sudah berumur 1 tahun
- Penanaman kakao dengan system tumpang sari tidak perlu naungan, misalnya tumpang sari dengan pohon kelapa
- Bibit dipindahkan ke lapangan sesuai dengan jenisnya, untuk kakao Mulia ditanam setelah bibit umur 6 bulan, Kakao Lindak umur 4-5 bulan
- Penanaman saat hujan sudah cukup dan persiapan naungan harus sempurna. Saat pemindahan sebaiknya bibit kakao tidak tengah membentuk daun muda (flush)

3. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore) sebanyak 2-5 liter/pohon
b.Dibuat lubang pupuk disekitar tanaman dengan cara dikoak. Pupuk dimasukkan dalam lubang pupuk kemudian ditutup kembali. Dosis pupuk lihat dalam tabel di dibawah :
Tabel Pemupukan Tanaman Coklat

4. Pengendalian Hama & Penyakit
a. Ulat Kilan ( Hyposidea infixaria; Famili : Geometridae ), menyerang pada umur 2-4 bulan. Serangan berat mengakibatkan daun muda tinggal urat daunnya saja. Pengendalian dengan PESTONA dosis 5 - 10 cc / liter.

b. Ulat Jaran / Kuda ( Dasychira inclusa, Familia : Limanthriidae ), ada bulu-bulu gatal pada bagian dorsalnya menyerupai bentuk bulu (rambut) pada leher kuda, terdapat pada marke 4 dan 5 berwarna putih atau hitam, sedang ulatnya coklat atau coklat kehitam-hitaman. Pengendalian dengan musuh alami predator Apanteles mendosa dan Carcelia spp, semprot PESTONA.

c. Parasa lepida dan Ploneta diducta (Ulat Srengenge), serangan dilakukan silih berganti karena kedua species ini agak berbeda siklus hidup maupun cara meletakkan kokonnya, sehingga masa berkembangnya akan saling bergantian. Serangan tertinggi pada daun muda, kuncup yang merupakan pusat kehidupan dan bunga yang masih muda. Siklus hidup Ploneta diducta 1 bulan, Parasa lepida lebih panjang dari pada Ploneta diducta. Pengendalian dengan PESTONA.

d. Kutu - kutuan ( Pseudococcus lilacinus ), kutu berwarna putih. Simbiosis dengan semut hitam. Gejala serangan : infeksi pada pangkal buah di tempat yang terlindung, selanjutnya perusakan ke bagian buah yang masih kecil, buah terhambat dan akhirnya mengering lalu mati. Pengendalian : tanaman terserang dipangkas lalu dibakar, dengan musuh alami predator; Scymus sp, Semut hitam, parasit Coccophagus pseudococci Natural BVR 30 gr/ 10 liter air atau PESTONA.

e. Helopeltis antonii, menusukkan ovipositor untuk meletakkan telurnya ke dalam buah yang masih muda, jika tidak ada buah muda hama menyerang tunas dan pucuk daun muda. Serangga dewasa berwarna hitam, sedang dadanya merah, bagian menyerupai tanduk tampak lurus. Ciri serangan, kulit buah ada bercak-bercak hitam dan kering, pertumbuhan buah terhambat, buah kaku dan sangat keras serta jelek bentuknya dan buah kecil kering lalu mati. Pengendalian dilakukan dengan PESTONA dosis 5-10 cc / lt (pada buah terserang), hari pertama semprot stadia imago, hari ke-7 dilakukan ulangan pada telurnya dan pada hari ke-17 dilakukan terhadap nimfa yang masih hidup, sehingga pengendalian benar-benar efektif, sanitasi lahan, pembuangan buah terserang.

f. Cacao Mot ( Ngengat Buah ), Acrocercops cranerella (Famili ; Lithocolletidae). Buah muda terserang hebat, warna kuning pucat, biji dalam buah tidak dapat mengembang dan lengket. Pengendalian : sanitasi lingkungan kebun, menyelubungi buah coklat dengan kantong plastik yang bagian bawahnya tetap terbuka (kondomisasi), pelepasan musuh alami semut hitam dan jamur antagonis Beauveria bassiana ( BVR) dengan cara disemprotkan, semprot dengan PESTONA.

g. Penyakit Busuk Buah (Phytopthora palmivora), gejala serangan dari ujung buah atau pangkal buah nampak kecoklatan pada buah yang telah besar dan buah kecil akan langsung mati. Pengendalian : membuang buah terserang dan dibakar, pemangkasan teratur, semprot dengan Natural GLIO.

h. Jamur Upas ( Upasia salmonicolor ), menyerang batang dan cabang. Pengendalian : kerok dan olesi batang atau cabang terserang dengan Natural GLIO+HORMONIK, pemangkasan teratur, serangan berlanjut dipotong lalu dibakar.
Catatan : Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata AERO 810, dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.

5. Pemangkasan
- Pemangkasan ditujukan pada pembentukan cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pohon pelindung juga dilakukan pemangkasan agar percabangan dan daunnya tumbuh tinggi dan baik. Pemangkasan ada beberapa macam yaitu :
- Pangkas Bentuk, dilakukan umur 1 tahun setelah muncul cabang primer (jorquet) atau sampai umur 2 tahun dengan meninggalkan 3 cabang primer yang baik dan letaknya simetris.
- Pangkas Pemeliharaan, bertujuan mengurangi pertumbuhan vegetatif yang berlebihan dengan cara menghilangkan tunas air (wiwilan) pada batang pokok atau cabangnya.
- Pangkas Produksi, bertujuan agar sinar dapat masuk tetapi tidak secara langsung sehingga bunga dapat terbentuk. Pangkas ini tergantung keadaan dan musim, sehingga ada pangkas berat pada musim hujan dan pangkas ringan pada musim kemarau.
Pangkas Restorasi, memotong bagian tanaman yang rusak dan memelihara tunas air atau dapat dilakukan dengan side budding.

6. Panen
Saat petik persiapkan rorak-rorak dan koordinasi pemetikan. Pemetikan dilakukan terhadap buah yang masak tetapi jangan terlalu masak. Potong tangkai buah dengan menyisakan 1/3 bagian tangkai buah. Pemetikan sampai pangkal buah akan merusak bantalan bunga sehingga pembentukan bunga terganggu dan jika hal ini dilakukan terus menerus, maka produksi buah akan menurun. Buah yang dipetik umur 5,5 - 6 bulan dari berbunga, warna kuning atau merah. Buah yang telah dipetik dimasukkan dalam karung dan dikumpulkan dekat rorak. Pemetikan dilakukan pada pagi hari dan pemecahan siang hari. Pemecahan buah dengan memukulkan pada batu hingga pecah. Kemudian biji dikeluarkan dan dimasukkan dalam karung, sedang kulit dimasukkan dalam rorak yang tersedia.

7. Pengolahan Hasil
Fermentasi, tahap awal pengolahan biji kakao. Bertujuan mempermudah menghilangkan pulp, menghilangkan daya tumbuh biji, merubah warna biji dan mendapatkan aroma dan cita rasa yang enak.
Pengeringan, biji kakao yang telah difermentasi dikeringkan agar tidak terserang jamur dengan sinar matahari langsung (7-9 hari) atau dengan kompor pemanas suhu 60-700C (60-100 jam). Kadar air yang baik kurang dari 6 %.
Sortasi, untuk mendapatkan ukuran tertentu dari biji kakao sesuai permintaan. Syarat mutu biji kakao adalah tidak terfermentasi maksimal 3 %, kadar air maksimal 7%, serangan hama penyakit maksimal 3 % dan bebas kotoran.

Jumat, 02 April 2010

BUDIDAYA TANAMAN KARET

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Adapun syarat tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:

A. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15°C LS dan 15°LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25°C sampai 35°C. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.

B. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada Ph < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:

1. Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
2. Aerase dan drainase cukup
3. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
4. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
5. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
6. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
7. Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
8. Kemiringan tanah < 16% dan
9. Permukaan air tanah < 100 cm

C. Budidaya
Dalam pelaksanaan budidaya tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pemanenan. Tahapan pekerjaan dalam proses budidaya tanaman karet mulai dari tahapan awalnya adalah sbb:
1. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan hasil tebas
tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman.
Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi :
a. pembabatan semak belukar,
b. penebangan pohon,
c. perecanaan dan pemangkasan,
d. pendongkelan akar kayu,
e. penumpukan dan pembersihan.
Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok- blok, penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
a. Penataan blok-blok.
Lahan kebun plasma dipetak-petak menurut satuan terkecil antara lain 2 hektar untuk setiap KK peserta plasma, dan kemudian ditata ke dalam blok-blok berukuran 400m x 400m, sehingga setiap blok dikuasai oleh 8 KK petani. Setiap 4 blok disatukan menjadi satu kelompok tani sehamparan yang terdiri dari 32 KK petani.
b. Penataan Jalan-jalan
Jaringan jalan di dalam kebun plasma harus ditata dan dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul maksimal sejauh 200m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan digunakan.
c. Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).

2. Persiapan Lahan Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :

a. Pemberantasan Alang-alang, Ilalang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia (Ally) maupun secara mekanis
b. Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.
c. Pembuatan ters/Petakan dan Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6-10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.
d. Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
 Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam adalah 7m x 3m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7m dan arah Utara - Selatan berjarak 3m.
 Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8%-15%) jarak tanam 8m x 2,5m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25m (penanaman secara kontur). Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20cm sampai 30cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman.
e. Pelubang
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60cm x 60cm bagian atas, dan 40cm x 40cm bagian dasar dengan kedalaman 60cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
f. Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma. Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4kg. Pueraria javanica, 6kg Colopogonium mucunoides, dan 4kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.

3. Seleksi dan Penanaman Bibit
a. Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
 Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
 Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
 Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
 Bebas dari penyakit jamur akar (wws).
b. Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun plasma diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
c. Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, danhari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.

4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pemberantasan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
a. Penyiangan gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mikania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai bal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan dengan rotasi 2x sebulan, sedangkan pada tahun ke dua hingga mencapai matang sadap, rotasi penyiangan dilakukan 1 x sebulan.
b. Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1 Kebutuhan Pupuk Tanaman karet
Umur Tanaman Kebutuhan Pupuk ( gram/pohon )
Urea SP-36 KCL
TB 50 100 -
TBM 1 236 100 100
TBM 2 333 267 150
TBM 3 381 267 200
TBM 4 429 333 200
TBM 5 476 333 200
TM 1-25 524 333 350

Ket : TB = Tanaman Baru
TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = Tanaman Menghasilkan
Catatan : pemupukan dilakukan sebanyak 2x per tahun.
c. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Pada umumnya hama utama tanaman karet adalah rayap (Coptotermes sp), yang dapat diberantas dengan menggunakan Chlordane 8 EC atau Basudin 6 0 EC dengan konsentrasi 0,3%. Sementara itu hama Kuuk (Exopholis hypoleuca) dapat diberantas dengan Basudin 10 G. Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan antara lain :
 Cendawan akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dapat diberantas dengan collar protectant.
 Penyakit daun Gloesporium pada TBM, dapat diberantas penyemprotan larutan KOC, misalnya Cabak dengan konsentrasi 0,1% atau Daconil 75 wp dengan konsentrasi 0,1 sampai 0,2%. Sementara itu, jika menyerang TM, dapat diberantas dengan system fogging menggunakan Daconil atau fungisida lainnya.
 Cendawan akar putih (Rigidonporus lignosus), dapat diberantas dengan Fomac 2 atau Shell Collar Protectant atau Calixin Collar Protectant.
 Penyakit jamur upas (Corticum salmonikolor) dapat diberantas dengan Calixin Ready Mix 2%.
 Penyakit bidang sadapan Mouldyrot dapat diberantas dengan Benlate konsentrasi 0,1 - 0,2% atau Difolan 4F konsentrasi 1 - 2%.
 Penyakit bidang sadapan kanker garis (Phytophora palmivora) diberantas dengan Difolatan 4 F konsentrasi 2 - 4%.
5. Penyadapan Tanaman karet
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 50 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.
a. Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah
b. Waktu bukaan sadap.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba.
c. Kemiringan irisan sadap
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan sebesar 40° dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 30° bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar.
d. Peralihan tanaman dari TMB ke TM
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5 - 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM.
e. Sistem sadap
Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Mengingat fasilitas di lingkungan perkebunan plasma masih sangat terbatas, maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional.

Seminar 1 SKS

Judul : Singkong Sambung Sebagai Bahan Bakar Alternatif Masa Depan
Nama : Imade Darmawan
NPM : 150410060005
Hari/Tanggal : Selasa/8 Desember 2009

1.Pendahuluan
Minyak bumi yang berasal dari fosil pada saatnya akan habis, diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan mengalami depelting / penurunan produksi dan akan habis pada sekitar tahun 2025 s/d 2030 (departemen ESDM).
Untuk mengantisipasi hal terebut seharusnya bangsa kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi yang berasal dari fosil karena memang secara alami sumber daya alam tersebut pada masanya akan habis, tinggal menunggu waktunya saja.
Tahun 2008 lalu dunia dikejutkan dengan melonjaknya harga minyak yang tidak terkendali dari posisi harga awal berkisar $ US 60 per barrel merambat naik hingga menembus angka $ US 160 per barrel. Salah satu penyebab dari melambungnya harga minyak dunia ini adalah karena meningkatnya permintaan minyak sehubungan meningkatnya kebutuhan minyak negara - negara industri baru yang pertumbuhan industrinya sedang bertumbuh cepat seperti Cina dan India sementara persediaan / produksi minyak dunia mengalamai penurunan. Melambungnya harga minyak dunia dewasa ini serta isu yang timbul tentang ancaman krisis energi saat sekarang dan masa depan telah mendorong banyak orang untuk berpikir dan mencari cara - cara baru guna mendapatkan sumber energi lain yang murah dan suistinable dengan meneliti dan mengembangkan alternatif energi baru, salah satu yang populer dan sedang dikembangkan sekarang ini adalah bahan bakar yang berasal dari bahan nabati yaitu bioetanol (Siregar, 2008).

2.Singkong
Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong merupakan yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein, yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin (anonim.2005).
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo: Euphorbiales
Famili: euphorbiaceae
Genus: manihot
Spesies: Manihot esculenta Crantz
sumber : Wikipedia
Singkong juga merupakan salah satu sumber pati, oleh karena itu singkong sangat memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Namun, produktivitas singkong nasional saat ini masih rendah untuk mendukung pengembangan bioetanol. Saat ini produksi singkong di tanah air hanya 13-15 ton/hektar. Sementara itu, masih terjadi tarik menarik penggunaan singkong di dalam negeri baik untuk pangan, pakan, industri maupun energi (Darminta, 2008)
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas diperlukan teknologi untuk meningkatkan produksi singkong nasional. Dan teknologi yang dapat menjawab masalah tersebut adalah singkong sambung.
3.Singkong Sambung
Singkong sambung adalah hasil teknik penyambungan antara singkong racun dengan singkong karet. Agar bibit sambungan ini bisa tumbuh dan menghasilkan umbi dengan baik, maka sebagai batang bawah dipilih jenis singkong unggul. Batang bawah biasanya dipilih batang bagian tengah yang berukuran cukup besar, dengan panjang lebih dari 0,5 per stek. Sebab kalau terlalu pendek, dikhawatirkan pertumbuhan bibit tidak akan sempurna, dan hasil umbinya juga terlalu kecil. Karena budidaya singkong skala luas bertujuan untuk diambil patinya, maka kebanyakan petani memilih singkong racun (adira 4). Varietas ini hasil singkongnya paling tinggi yaitu mencapai 67 kg/pohon, dengan kandungan pati yang juga tinggi. Namun rasa singkongnya pahit dan kandungan HCNnya sangat tinggi. Sementara batang atas berupa pucuk singkong karet (entres), berdiameter sekitar 1 cm dan panjang 15—30 cm. Singkong karet biasanya tumbuh menjulang setinggi lebih dari 5 m per tanaman. Daunnya juga lebat dan lebar-lebar maka potensi singkong karet untuk berfotosintesis juga lebih besar dibanding dengan singkong biasa (Saroso, 2008).
4.Bioetanol
Secara definisi ilmu kimia bioetanol adalah sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung pati, misalnya singkong, ubi jalar, jagung dan sagu. Secara umum bioetanol dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan baku industri turunan alkohol,campuran miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar kendaraan dan sekarang akan dikembangkan sebagai bahan bakar kendaraan (BBM). Khusus untuk yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bioetanol ini harus memiliki kadar / grade sebesar 99,5 % sampai dengan 100 % kekeringannya sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan efek korosi bagi mesin (Siregar, 2008).
Alasan penggunaan singkong sebagai bahan baku yaitu singkong merupakan bahan pangan murah yang mudah ditanam di seluruh Indonesia. Menurut taksiran para ahli, volume 1000 kg singkong dapat menghasilkan 250 liter bioetanol atau rationya adalah setiap pembuatan 1 liter bioetanol dibutuhkan 4kg singkong dan dari perbandingan secara ekonomis bahan baku singkong masih lebih baik dibandingkan ubi jalar, sagu, jagung, dan tetes tebu, yaitu dengan perbandingan sebagai berikut.
ubi jalar 1 ltr: 8 kg @Rp 1.500 = Rp 12.000
sagu 1 ltr : 12 kg @Rp 2.000 = Rp 24.000
jagung 1 ltr : 5 kg @Rp 2.000 = Rp 10.000
tetes tebu 1 ltr : 4 kg @Rp1.000 = Rp 4.000
sementara untuk singkong 1 ltr: 4 kg @Rp 550 = Rp2.200.
harga diatas sesuai harga pasar tahun 2009.
a. Langkah-langkah pembuatan bioetanol
Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari yang dilakukan oleh Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil (gambar 1)

1. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku (gambar 2).

2. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental (gambar 3).

3. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati (gambar 4)

4. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum (gambar 5)

5. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5 (gambar 6)

6. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol (gambar 7)

7. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein (gambar 8).

8. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair (gambar 9)

9. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek (gambar 10).

b. Kelebihan dan kekurangan
bioetanol
Kelebihan :
 Tidak berasap sehingga ramah lingkungan
 Mudah diproduksi karena bisa dibuat dalam skala rumah tangga
 bahan baku murah dan mudah didapat
 prospek kedepan sangat menjanjikan.
kekurangan :
 selama ini yang masih menjadi kendala pengembangan bioetanol adalah masalah bahan baku, dimana masih terjadi persaingan dengan kebutuhan sebagai pangan. Namun masalah tersebut diharapkan dapat diatasi dengan singkong sambung yang dijelaskan diatas.
Singkong sambung
Kelebihan :
 produksi tinggi yaitu mencapai 67kg/batang.
 Tahan hama penyakit.
 Mudah dibudidayakan.
 Dapat meningkatkan penghasilan petani singkong.
Kekurangan :
 Penyiapan bibit membutuhkan waktu yang lama.
5.Kesimpulan
bahan bakar fosil suatu saat nanti pasti akan habis, untuk itu diperlukan bahan bakar alternatif pengganti minyak fosil. Bahan bakar yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti minyak fosil adalah bioetanol. Singkong adalah komuditas yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol, namun produksi singkong dalam negeri masih sangat rendah. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku tersebut diperlukan teknologi guna meningkatkan produksi singkong, dan singkong sambung adalah solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Daftar pustaka
Siregar R.2008. Bioetanol Singkong Sebagai Alternatif Energi Masa Depan. Pusat Informasi Bisnis.
dan Investasi Daerah.
Anonim.2005. Singkong.Informasi spesies.
Darminta S.2008. Produksi Singkong Belum Cukup Dukung Pengembangan Biofuel.
Kapanlagi.com.
Saroso S.2008. Menuai Untung dengan Singkong Sambung.Taman sastra dan jurnalisme.
Surawijaya T.2007.Mengebor Bensin di Kebun Singkong.Trubus 12-1-2007.