Jumat, 02 April 2010

BUDIDAYA TANAMAN KARET

Pada dasarnya tanaman karet memerlukan persyaratan terhadap kondisi iklim untuk menunjang pertumbuhan dan keadaan tanah sebagai media tumbuhnya. Adapun syarat tumbuh tanaman karet adalah sebagai berikut:

A. Iklim
Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 15°C LS dan 15°LU. Diluar itu pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Suhu optimal diperlukan berkisar antara 25°C sampai 35°C. Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut tidak cocok untuk tumbuh tanaman karet. Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet.

B. Tanah
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada Ph < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain:

1. Sulum tanah sampai 100 cm, tidak terdapat batu-batuan dan lapisan cadas
2. Aerase dan drainase cukup
3. Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
4. Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
5. Tanah bergambut tidak lebih dari 20 cm
6. Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
7. Reaksi tanah dengan pH 4,5 - pH 6,5
8. Kemiringan tanah < 16% dan
9. Permukaan air tanah < 100 cm

C. Budidaya
Dalam pelaksanaan budidaya tanaman karet diperlukan berbagai langkah yang dilakukan secara sistematis mulai dari pembukaan lahan sampai dengan pemanenan. Tahapan pekerjaan dalam proses budidaya tanaman karet mulai dari tahapan awalnya adalah sbb:
1. Pembukaan lahan (Land Clearing)
Lahan tempat tumbuh tanaman karet harus bersih dari sisa-sisa tumbuhan hasil tebas
tebang, sehingga jadwal pembukaan lahan harus disesuaikan dengan jadwal penanaman.
Kegiatan pembukaan lahan ini meliputi :
a. pembabatan semak belukar,
b. penebangan pohon,
c. perecanaan dan pemangkasan,
d. pendongkelan akar kayu,
e. penumpukan dan pembersihan.
Seiring dengan pembukaan lahan ini dilakukan penataan lahan dalam blok- blok, penataan jalan-jalan kebun, dan penataan saluran drainase dalam perkebunan.
a. Penataan blok-blok.
Lahan kebun plasma dipetak-petak menurut satuan terkecil antara lain 2 hektar untuk setiap KK peserta plasma, dan kemudian ditata ke dalam blok-blok berukuran 400m x 400m, sehingga setiap blok dikuasai oleh 8 KK petani. Setiap 4 blok disatukan menjadi satu kelompok tani sehamparan yang terdiri dari 32 KK petani.
b. Penataan Jalan-jalan
Jaringan jalan di dalam kebun plasma harus ditata dan dilaksanakan pada waktu pembangunan tanaman baru (tahun 0) dan dikaitkan dengan penataan lahan ke dalam blok-blok tanaman. Pembangunan jalan di areal datar dan berbukit dengan pedoman dapat menjangkau setiap areal terkecil, dengan jarak pikul maksimal sejauh 200m. Sedapatkan mungkin seluruh jaringan ditumpukkan/disambungkan, sehingga secara keseluruhan merupakan suatu pola jaringan jalan yang efektif. Lebar jalan disesuaikan dengan jenis/kelas jalan dan alat angkut yang akan digunakan.
c. Penataan Saluran Drainase
Setelah pemancangan jarak tanam selesai, maka pembuatan dan penataan saluran drainase (field drain) dilaksanakan. Luas penampang disesuaikan dengan curah hujan pada satuan waktu tertentu, dan mempertimbangkan faktor peresapan dan penguapan. Seluruh kelebihan air pada field drain dialirkan pada parit-parit penampungan untuk selanjutnya dialirkan ke saluran pembuangan (outlet drain).

2. Persiapan Lahan Penanaman
Dalam mempersiapkan lahan pertanaman karet juga diperlukan pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara sistematis dapat menjamin kualitas lahan yang sesuai dengan persyaratan. Beberapa diantara langkah tersebut antara lain :

a. Pemberantasan Alang-alang, Ilalang dan Gulma lainnya
Pada lahan yang telah selesai tebas tebang dan lahan lain yang mempunyai vegetasi alang-alang, dilakukan pemberantasan alang-alang dengan menggunakan bahan kimia antara lain Round up, Scoup, Dowpon atau Dalapon. Kegiatan ini kemudian diikuti dengan pemberantasan gulma lainnya, baik secara kimia (Ally) maupun secara mekanis
b. Pengolahan Tanah
Dengan tujuan efisiensi biaya, pengolahan lahan untuk pertanaman karet dapat dilaksanakan dengan sistem minimum tillage, yakni dengan membuat larikan antara barisan satu meter dengan cara mencangkul selebar 20cm. Namun demikian pengolahan tanah secara mekanis untuk lahan tertentu dapat dipertimbangkan dengan tetap menjaga kelestarian dan kesuburan tanah.
c. Pembuatan ters/Petakan dan Benteng/Piket
Pada areal lahan yang memiliki kemiringan lebih dari 50 diperlukan pembuatan teras/petakan dengan sistem kontur dan kemiringan ke dalam sekitar 150. Hal ini dimaksudkan untuk menghambat kemungkinan terjadi erosi oleh air hujan. Lebar teras berkisar antara 1,25 sampai 1,50 cm, tergantung pada derajat kemiringan lahan. Untuk setiap 6-10 pohon (tergantung derajat kemiringan tanah) dibuat benteng/piket dengan tujuan mencegah erosi pada permukaan petakan.
d. Pengajiran
Pada dasarnya pemancangan air adalah untuk menerai tempat lubang tanaman dengan ketentuan jarak tanaman sebagai berikut :
 Pada areal lahan yang relatif datar / landai (kemiringan antara 00 - 80) jarak tanam adalah 7m x 3m (= 476 lubang/hektar) berbentuk barisan lurus mengikuti arah Timur - Barat berjarak 7m dan arah Utara - Selatan berjarak 3m.
 Pada areal lahan bergelombang atau berbukit (kemiringan 8%-15%) jarak tanam 8m x 2,5m (=500 lubang/ha) pada teras-teras yang diatur bersambung setiap 1,25m (penanaman secara kontur). Bahan ajir dapat menggunakan potongan bambu tipis dengan ukuran 20cm sampai 30cm. Pada setiap titik pemancangan ajir tersebut merupakan tempat penggalian lubang untuk tanaman.
e. Pelubang
Ukuran lubang untuk tanaman dibuat 60cm x 60cm bagian atas, dan 40cm x 40cm bagian dasar dengan kedalaman 60cm. Pada waktu melubang, tanah bagian atas (top soil) diletakkan di sebelah kiri dan tanah bagian bawah (sub soil) diletakkan di sebelah kanan. Lubang tanaman dibiarkan selama 1 bulan sebelum bibit karet ditanam.
f. Penanaman Kacangan Penutup Tanah (Legume cover crops = LCC)
Penanaman kacangan penutup tanah ini dilakukan sebelum bibit karet mulai ditanam dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan erosi, memperbaiki struktur fisik dan kimia tanah, mengurangi pengupan air, serta untuk membatasi pertumbuhan gulma. Komposisi LCC untuk setiap hektar lahan adalah 4kg. Pueraria javanica, 6kg Colopogonium mucunoides, dan 4kg Centrosema pubescens, yang dicampur ke dalam 5 kg rock Phosphate (RP) sebagai media. Selain itu juga dianjurkan untuk menyisipkan Colopogonium caerulem yang tahan naungan (shade resistence) ex biji atau ex steck dalam polibag kecil sebanyak 1.000 bibit/ha. Tanaman kacangan dipelihara dengan melakukan penyiangan, dan pemupukan dengan 200 kg RP per hektar, dengan cara menyebar rata di atas tanaman kacangan.

3. Seleksi dan Penanaman Bibit
a. Seleksi bibit
Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dilakukan seleksi bibit untuk memperoleh bahan tanam yang memeliki sifat-sifat umum yang baik antara lain : berproduksi tinggi, responsif terhadap stimulasi hasil, resitensi terhadap serangan hama dan penyakit daun dan kulit, serta pemulihan luka kulit yang baik. Beberapa syarat yang harus dipenuhi bibit siap tanam adalah antara lain :
 Bibit karet di polybag yang sudah berpayung dua.
 Mata okulasi benar-benar baik dan telah mulai bertunas
 Akar tunggang tumbuh baik dan mempunyai akar lateral
 Bebas dari penyakit jamur akar (wws).
b. Kebutuhan bibit
Dengan jarak tanam 7 m x 3 m (untuk tanah landai), diperlukan bibit tanaman karet untuk penanaman sebanyak 476 bibit, dan cadangan untuk penyulaman sebanyak 47 (10%) sehingga untuk setiap hektar kebun plasma diperlukan sebanyak 523 batang bibit karet.
c. Penanaman
Pada umumnya penanaman karet di lapangan dilaksanakan pada musim penghujan yakni antara bulan September sampai Desember dimana curah hujan sudah cukup banyak, danhari hujan telah lebih dari 100 hari. Pada saat penanaman, tanah penutup lubang dipergunakan top soil yang telah dicampur dengan pupuk RP 100 gram per lubang, disamping pemupukan dengan urea 50 gram dan SP - 36 sebesar 100 gram sebagai pupuk dasar.

4. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan yang umum dilakukan pada perkebunan tanaman karet meliputi pemberantasan gulma, pemupukan dan pemberantasan hama dan penyakit tanaman.
a. Penyiangan gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang-alang, Mikania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk mencapai bal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan dengan rotasi 2x sebulan, sedangkan pada tahun ke dua hingga mencapai matang sadap, rotasi penyiangan dilakukan 1 x sebulan.
b. Program pemupukan
Selain pupuk dasar yang telah diberikan pada saat penanaman, program pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet harus dilakukan dengan dosis yang seimbang dua kali pemberian dalam setahun. Jadwal pemupukan pada semeseter I yakni pada Januari/Februari dan pada semester II yaitu Juli/Agustus. Seminggu sebelum pemupukan, gawangan lebih dahulu digaru dan piringan tanaman dibersihkan. Pemberian SP-36 biasanya dilakukan dua minggu lebih dahulu dari Urea dan KCl. Program dan dosis pemupukan tanaman karet secara umum dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 1 Kebutuhan Pupuk Tanaman karet
Umur Tanaman Kebutuhan Pupuk ( gram/pohon )
Urea SP-36 KCL
TB 50 100 -
TBM 1 236 100 100
TBM 2 333 267 150
TBM 3 381 267 200
TBM 4 429 333 200
TBM 5 476 333 200
TM 1-25 524 333 350

Ket : TB = Tanaman Baru
TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = Tanaman Menghasilkan
Catatan : pemupukan dilakukan sebanyak 2x per tahun.
c. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Pada umumnya hama utama tanaman karet adalah rayap (Coptotermes sp), yang dapat diberantas dengan menggunakan Chlordane 8 EC atau Basudin 6 0 EC dengan konsentrasi 0,3%. Sementara itu hama Kuuk (Exopholis hypoleuca) dapat diberantas dengan Basudin 10 G. Penyakit tanaman karet yang umum ditemukan pada perkebunan antara lain :
 Cendawan akar merah (Ganoderma pseudoferrum) dapat diberantas dengan collar protectant.
 Penyakit daun Gloesporium pada TBM, dapat diberantas penyemprotan larutan KOC, misalnya Cabak dengan konsentrasi 0,1% atau Daconil 75 wp dengan konsentrasi 0,1 sampai 0,2%. Sementara itu, jika menyerang TM, dapat diberantas dengan system fogging menggunakan Daconil atau fungisida lainnya.
 Cendawan akar putih (Rigidonporus lignosus), dapat diberantas dengan Fomac 2 atau Shell Collar Protectant atau Calixin Collar Protectant.
 Penyakit jamur upas (Corticum salmonikolor) dapat diberantas dengan Calixin Ready Mix 2%.
 Penyakit bidang sadapan Mouldyrot dapat diberantas dengan Benlate konsentrasi 0,1 - 0,2% atau Difolan 4F konsentrasi 1 - 2%.
 Penyakit bidang sadapan kanker garis (Phytophora palmivora) diberantas dengan Difolatan 4 F konsentrasi 2 - 4%.
5. Penyadapan Tanaman karet
Produksi lateks dari tanaman karet disamping ditentukan oleh keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman, klon unggul, juga dipengaruhi oleh teknik dan manajemen penyadapan. Apabila ketiga kriteria tersebut dapat terpenuhi, maka diharapkan tanaman karet pada umur 5 - 6 tahun telah memenuhi kriteria matang sadap. Kriteria matang sadap antara lain apabila keliling lilit batang pada ketinggian 130 cm dari permukaan tanah telah mencapai minimum 50 cm. Jika 60% dari populasi tanaman telah memenuhi kriteria tersebut, maka areal pertanaman sudah siap dipanen.
a. Tinggi bukaan sadap
Tinggi bukaan sadap, baik dengan sistem sadapan ke bawah (Down ward tapping system, DTS) maupun sistem sadap ke atas (Upward tapping system, UTS) adalah 130 cm diukur dari permukaan tanah
b. Waktu bukaan sadap.
Waktu bukaan sadap adalah 2 kali setahun yaitu, pada (a) permulaan musim hujan (Juni) dan (b) permulaan masa intensifikasi sadapan (bulan Oktober). Oleh karena itu, tidak secara otomatis tanaman yang sudah matang sadap lalu langsung disadap, tetapi harus menunggu waktu tersebut di atas tiba.
c. Kemiringan irisan sadap
Secara umum, permulaan sadapan dimulai dengan sudut kemiringan irisan sadapan sebesar 40° dari garis horizontal. Pada sistem sadapan bawah, besar sudut irisan akan semakin mengecil hingga 30° bila mendekati "kaki gajah" (pertautan bekas okulasi). Pada sistem sadapan ke atas, sudut irisan akan semakin membesar.
d. Peralihan tanaman dari TMB ke TM
Secara teoritis, apabila didukung dengan kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik, tanaman karet telah memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5 - 6 tahun. Dengan mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai pada umur 6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah merupakan tanaman menghasilkan atau TM.
e. Sistem sadap
Dewasa ini sistem sadap telah berkembang dengan mengkombinasikan intensitas sadap rendah disertai stimulasi Ethrel selama siklus penyadap. Mengingat fasilitas di lingkungan perkebunan plasma masih sangat terbatas, maka dianjurkan menggunakan sistem sadap konvensional.

Seminar 1 SKS

Judul : Singkong Sambung Sebagai Bahan Bakar Alternatif Masa Depan
Nama : Imade Darmawan
NPM : 150410060005
Hari/Tanggal : Selasa/8 Desember 2009

1.Pendahuluan
Minyak bumi yang berasal dari fosil pada saatnya akan habis, diperkirakan cadangan minyak Indonesia akan mengalami depelting / penurunan produksi dan akan habis pada sekitar tahun 2025 s/d 2030 (departemen ESDM).
Untuk mengantisipasi hal terebut seharusnya bangsa kita sudah mulai mempersiapkan diri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian minyak bumi yang berasal dari fosil karena memang secara alami sumber daya alam tersebut pada masanya akan habis, tinggal menunggu waktunya saja.
Tahun 2008 lalu dunia dikejutkan dengan melonjaknya harga minyak yang tidak terkendali dari posisi harga awal berkisar $ US 60 per barrel merambat naik hingga menembus angka $ US 160 per barrel. Salah satu penyebab dari melambungnya harga minyak dunia ini adalah karena meningkatnya permintaan minyak sehubungan meningkatnya kebutuhan minyak negara - negara industri baru yang pertumbuhan industrinya sedang bertumbuh cepat seperti Cina dan India sementara persediaan / produksi minyak dunia mengalamai penurunan. Melambungnya harga minyak dunia dewasa ini serta isu yang timbul tentang ancaman krisis energi saat sekarang dan masa depan telah mendorong banyak orang untuk berpikir dan mencari cara - cara baru guna mendapatkan sumber energi lain yang murah dan suistinable dengan meneliti dan mengembangkan alternatif energi baru, salah satu yang populer dan sedang dikembangkan sekarang ini adalah bahan bakar yang berasal dari bahan nabati yaitu bioetanol (Siregar, 2008).

2.Singkong
Merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia. Umbi singkong merupakan yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein, yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin (anonim.2005).
Klasifikasi
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Ordo: Euphorbiales
Famili: euphorbiaceae
Genus: manihot
Spesies: Manihot esculenta Crantz
sumber : Wikipedia
Singkong juga merupakan salah satu sumber pati, oleh karena itu singkong sangat memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Namun, produktivitas singkong nasional saat ini masih rendah untuk mendukung pengembangan bioetanol. Saat ini produksi singkong di tanah air hanya 13-15 ton/hektar. Sementara itu, masih terjadi tarik menarik penggunaan singkong di dalam negeri baik untuk pangan, pakan, industri maupun energi (Darminta, 2008)
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas diperlukan teknologi untuk meningkatkan produksi singkong nasional. Dan teknologi yang dapat menjawab masalah tersebut adalah singkong sambung.
3.Singkong Sambung
Singkong sambung adalah hasil teknik penyambungan antara singkong racun dengan singkong karet. Agar bibit sambungan ini bisa tumbuh dan menghasilkan umbi dengan baik, maka sebagai batang bawah dipilih jenis singkong unggul. Batang bawah biasanya dipilih batang bagian tengah yang berukuran cukup besar, dengan panjang lebih dari 0,5 per stek. Sebab kalau terlalu pendek, dikhawatirkan pertumbuhan bibit tidak akan sempurna, dan hasil umbinya juga terlalu kecil. Karena budidaya singkong skala luas bertujuan untuk diambil patinya, maka kebanyakan petani memilih singkong racun (adira 4). Varietas ini hasil singkongnya paling tinggi yaitu mencapai 67 kg/pohon, dengan kandungan pati yang juga tinggi. Namun rasa singkongnya pahit dan kandungan HCNnya sangat tinggi. Sementara batang atas berupa pucuk singkong karet (entres), berdiameter sekitar 1 cm dan panjang 15—30 cm. Singkong karet biasanya tumbuh menjulang setinggi lebih dari 5 m per tanaman. Daunnya juga lebat dan lebar-lebar maka potensi singkong karet untuk berfotosintesis juga lebih besar dibanding dengan singkong biasa (Saroso, 2008).
4.Bioetanol
Secara definisi ilmu kimia bioetanol adalah sejenis alkohol yang merupakan bahan kimia yang terbuat dari bahan baku tanaman yang mengandung pati, misalnya singkong, ubi jalar, jagung dan sagu. Secara umum bioetanol dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai bahan baku industri turunan alkohol,campuran miras, bahan dasar industri farmasi, campuran bahan bakar kendaraan dan sekarang akan dikembangkan sebagai bahan bakar kendaraan (BBM). Khusus untuk yang digunakan sebagai bahan bakar kendaraan, bioetanol ini harus memiliki kadar / grade sebesar 99,5 % sampai dengan 100 % kekeringannya sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan efek korosi bagi mesin (Siregar, 2008).
Alasan penggunaan singkong sebagai bahan baku yaitu singkong merupakan bahan pangan murah yang mudah ditanam di seluruh Indonesia. Menurut taksiran para ahli, volume 1000 kg singkong dapat menghasilkan 250 liter bioetanol atau rationya adalah setiap pembuatan 1 liter bioetanol dibutuhkan 4kg singkong dan dari perbandingan secara ekonomis bahan baku singkong masih lebih baik dibandingkan ubi jalar, sagu, jagung, dan tetes tebu, yaitu dengan perbandingan sebagai berikut.
ubi jalar 1 ltr: 8 kg @Rp 1.500 = Rp 12.000
sagu 1 ltr : 12 kg @Rp 2.000 = Rp 24.000
jagung 1 ltr : 5 kg @Rp 2.000 = Rp 10.000
tetes tebu 1 ltr : 4 kg @Rp1.000 = Rp 4.000
sementara untuk singkong 1 ltr: 4 kg @Rp 550 = Rp2.200.
harga diatas sesuai harga pasar tahun 2009.
a. Langkah-langkah pembuatan bioetanol
Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari yang dilakukan oleh Soerawidjaja, dari Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil (gambar 1)

1. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku (gambar 2).

2. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100"C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental (gambar 3).

3. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati (gambar 4)

4. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum (gambar 5)

5. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32"C dan pH 4,5—5,5 (gambar 6)

6. Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol (gambar 7)

7. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein (gambar 8).

8. Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78"C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair (gambar 9)

9. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larul, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100"C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek (gambar 10).

b. Kelebihan dan kekurangan
bioetanol
Kelebihan :
 Tidak berasap sehingga ramah lingkungan
 Mudah diproduksi karena bisa dibuat dalam skala rumah tangga
 bahan baku murah dan mudah didapat
 prospek kedepan sangat menjanjikan.
kekurangan :
 selama ini yang masih menjadi kendala pengembangan bioetanol adalah masalah bahan baku, dimana masih terjadi persaingan dengan kebutuhan sebagai pangan. Namun masalah tersebut diharapkan dapat diatasi dengan singkong sambung yang dijelaskan diatas.
Singkong sambung
Kelebihan :
 produksi tinggi yaitu mencapai 67kg/batang.
 Tahan hama penyakit.
 Mudah dibudidayakan.
 Dapat meningkatkan penghasilan petani singkong.
Kekurangan :
 Penyiapan bibit membutuhkan waktu yang lama.
5.Kesimpulan
bahan bakar fosil suatu saat nanti pasti akan habis, untuk itu diperlukan bahan bakar alternatif pengganti minyak fosil. Bahan bakar yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti minyak fosil adalah bioetanol. Singkong adalah komuditas yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol, namun produksi singkong dalam negeri masih sangat rendah. Untuk mengatasi kekurangan bahan baku tersebut diperlukan teknologi guna meningkatkan produksi singkong, dan singkong sambung adalah solusi untuk mengatasi masalah tersebut.

Daftar pustaka
Siregar R.2008. Bioetanol Singkong Sebagai Alternatif Energi Masa Depan. Pusat Informasi Bisnis.
dan Investasi Daerah.
Anonim.2005. Singkong.Informasi spesies.
Darminta S.2008. Produksi Singkong Belum Cukup Dukung Pengembangan Biofuel.
Kapanlagi.com.
Saroso S.2008. Menuai Untung dengan Singkong Sambung.Taman sastra dan jurnalisme.
Surawijaya T.2007.Mengebor Bensin di Kebun Singkong.Trubus 12-1-2007.